ARTIKEL
BERITA UTAMA
NASIONAL
0
Rakyat Kecil dan Sang Penguasa, Ketika Hukum Hanya Tajam ke Bawah
Suarana.com - Jika para pejuang Nusantara masih ada hari ini—mereka yang dulu menenteng bambu runcing, yang rela mati demi tanah air, yang mencurahkan darah dan air mata demi kemerdekaan—niscaya mereka akan menangis pilu melihat keadaan negeri ini. Mereka tak akan habis pikir, mengapa perjuangan yang dibangun di atas darah dan nilai luhur kini seperti dilupakan oleh pewarisnya sendiri.
Pancasila—yang lahir dari perenungan panjang para pendiri bangsa, yang dirumuskan dari denyut nadi rakyat, dari nilai gotong royong, keadilan, dan kemanusiaan—kini tinggal menjadi hiasan dalam pidato dan upacara. Padahal Pancasila bukan sekadar dasar negara, melainkan warisan luhur yang diamanahkan oleh leluhur kita agar negeri ini berdiri tegak atas nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
Namun hari ini, hukum di negeri ini lebih mirip sebilah keris warisan yang disimpan di lemari kaca: indah dipandang, tapi tak lagi digunakan sebagaimana mestinya. Ia hanya tajam ke bawah—mengiris rakyat kecil yang lemah, yang bersuara pun dibungkam. Sementara ke atas, hukum menjadi lentur, seolah bisa dibengkokkan sesuai kehendak kekuasaan.
Seorang buruh yang menuntut upah layak dituding mengganggu stabilitas. Seorang petani yang mempertahankan tanahnya dianggap melawan hukum. Tapi ketika korupsi merajalela di ruang-ruang rapat megah, ketika anggaran digerogoti oleh orang-orang berdasi, suara hukum mendadak hilang ditelan protokol dan birokrasi.
Andai para pejuang itu hadir hari ini, mungkin mereka akan bertanya: “Untuk ini kah kami berkorban?” Mereka tak berjuang agar hukum menjadi alat penindas, mereka bertarung demi lahirnya bangsa yang adil, tempat anak cucu mereka bisa hidup tanpa takut karena status sosialnya.
Negeri ini ibarat pohon tua yang akarnya adalah semangat juang, batangnya adalah nilai-nilai luhur Pancasila, dan daunnya adalah rakyat yang tumbuh dalam harapan. Tapi jika akar dilupakan dan batangnya digergaji kekuasaan, bagaimana mungkin pohon itu bisa terus hidup?
Sudah saatnya kita kembali membuka lembar sejarah. Sudah waktunya hukum berdiri bukan sebagai pelayan kekuasaan, tapi sebagai pelindung kebenaran. Karena ketika hukum hanya tajam ke bawah, maka negeri ini tak lebih dari panggung sandiwara, tempat para penguasa bermain peran, dan rakyat kecil menjadi korban ceritanya.
Penulis: Rizki Ramdani
Sekretaris Jurnalis Bela Negara (JBN) DPC Karawang - 06/04/2025.
Via
ARTIKEL