BERITA UTAMA
MAHASISWA
0
Visi Indonesia Emas 2045 bertujuan menjadikan Indonesia sebagai negara maju. Namun, keberhasilan visi ini tidak hanya bergantung pada jumlah penduduk produktif, tetapi juga pada kualitas demografi. Tanpa pendidikan yang merata, keterampilan yang relevan, serta kepemimpinan yang kuat, bonus demografi justru dapat menjadi ancaman berupa meningkatnya pengangguran, ketimpangan ekonomi, dan minimnya partisipasi politik anak muda. Jika tidak dikelola dengan baik, cita-cita Indonesia Emas 2045 hanya akan menjadi ilusi.
Optimisme dan Tantangan Menuju Indonesia Emas 2045
Ketua panitia diskusi, Althaaf Artasasmita, menegaskan pentingnya memastikan generasi muda memiliki kompetensi dan daya saing yang cukup untuk membawa Indonesia menjadi negara maju.
“Untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045, kita harus memiliki sikap optimis. Optimisme itu dimulai dari diri sendiri. Keyakinan bahwa kita mampu berkontribusi menjadi faktor utama dalam melihat tantangan sebagai peluang,” ujar Althaaf.
Diskusi ini menghadirkan sejumlah narasumber dari berbagai latar belakang, termasuk pemerintah, akademisi, dan aktivis kepemudaan. Salah satu pemateri, Staf Khusus Presiden RI Angkie Yudistia, menekankan pentingnya inklusivitas dalam pembangunan bangsa.
“Untuk membangun lingkungan yang inklusif, kita harus percaya pada potensi semua kelompok, termasuk perempuan dan penyandang disabilitas. Mereka memiliki keterampilan luar biasa serta etika kerja yang baik untuk turut berperan dalam kemajuan bangsa,” ujar Angkie.
Ia berharap FMB terus merangkul berbagai elemen masyarakat dan menyelenggarakan diskusi berkelanjutan agar memberikan dampak jangka panjang bagi generasi muda.
Aksi Nyata Generasi Muda
Wakil Koordinator Gerbang Tara, Abdurahman Hamas Nahdy, menyoroti perlunya aksi nyata dalam keterlibatan generasi muda di berbagai sektor.
“Pembahasan mengenai Indonesia Emas 2045 menempatkan kita pada persimpangan jalan. Di satu sisi, ada optimisme akan masa depan cerah, tetapi di sisi lain, pesimisme juga muncul jika melihat data terbaru dari BPS tahun 2024 mengenai kondisi anak muda di Indonesia,” ungkapnya.
Sementara itu, perwakilan KOPRI PB PMII, Anita Sari, menekankan pentingnya peran aktif pemuda, terutama perempuan, dalam pengambilan keputusan.
“Generasi muda, baik laki-laki maupun perempuan, harus aktif dalam ruang pengambilan keputusan. Pendidikan dan keterampilan bukan hanya soal kesiapan individu, tetapi juga bagaimana kita mampu mempengaruhi kebijakan dan menciptakan perubahan,” ujarnya.
Diskusi ditutup oleh perwakilan KORPERSNAS Koalisi Indonesia Muda, Onky Fachrur Rozie, yang mengapresiasi keaktifan FMB dalam mengangkat isu sosial, politik, dan ekonomi.
“FMB telah menunjukkan keaktifan luar biasa dalam berbagai ruang diskusi. Saya berharap forum ini dapat menghasilkan aksi nyata bagi masyarakat melalui kolaborasi lintas organisasi dan pemerintah,” kata Onky.
Seluruh pembicara sepakat bahwa FMB memiliki potensi besar sebagai katalisator perubahan menuju Indonesia Emas 2045. Dengan keterlibatan aktif generasi muda serta sinergi antara mahasiswa, organisasi kepemudaan, dan pemangku kepentingan, cita-cita bangsa menuju masa depan yang lebih cerah dapat terwujud.
Partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat, terutama generasi muda, menjadi kunci utama dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Harapannya, FMB terus memberikan dampak positif dan semakin progresif dalam melibatkan berbagai pihak guna membangun Indonesia yang lebih maju dan inklusif.
Forum Mahasiswa Berdampak Gelar Diskusi Panel, Indonesia Emas 2045, Kualitas Demografi yang Terus Menghantui
CIPUTAT | Suarana.com – Forum Mahasiswa Berdampak (FMB) kembali menggelar diskusi panel kepemudaan bertajuk “Indonesia Emas 2045: Kualitas Demografi yang Terus Menghantui”. Acara ini berlangsung di Pusdiklat Kemenag RI, Ciputat, Tangerang Selatan, dengan tujuan membahas tantangan dan peluang generasi muda dalam mewujudkan visi besar Indonesia Emas 2045 di tengah dinamika kualitas sumber daya manusia dan bonus demografi yang semakin kompleks.
Visi Indonesia Emas 2045 bertujuan menjadikan Indonesia sebagai negara maju. Namun, keberhasilan visi ini tidak hanya bergantung pada jumlah penduduk produktif, tetapi juga pada kualitas demografi. Tanpa pendidikan yang merata, keterampilan yang relevan, serta kepemimpinan yang kuat, bonus demografi justru dapat menjadi ancaman berupa meningkatnya pengangguran, ketimpangan ekonomi, dan minimnya partisipasi politik anak muda. Jika tidak dikelola dengan baik, cita-cita Indonesia Emas 2045 hanya akan menjadi ilusi.
Optimisme dan Tantangan Menuju Indonesia Emas 2045
Ketua panitia diskusi, Althaaf Artasasmita, menegaskan pentingnya memastikan generasi muda memiliki kompetensi dan daya saing yang cukup untuk membawa Indonesia menjadi negara maju.
“Untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045, kita harus memiliki sikap optimis. Optimisme itu dimulai dari diri sendiri. Keyakinan bahwa kita mampu berkontribusi menjadi faktor utama dalam melihat tantangan sebagai peluang,” ujar Althaaf.
Diskusi ini menghadirkan sejumlah narasumber dari berbagai latar belakang, termasuk pemerintah, akademisi, dan aktivis kepemudaan. Salah satu pemateri, Staf Khusus Presiden RI Angkie Yudistia, menekankan pentingnya inklusivitas dalam pembangunan bangsa.
“Untuk membangun lingkungan yang inklusif, kita harus percaya pada potensi semua kelompok, termasuk perempuan dan penyandang disabilitas. Mereka memiliki keterampilan luar biasa serta etika kerja yang baik untuk turut berperan dalam kemajuan bangsa,” ujar Angkie.
Ia berharap FMB terus merangkul berbagai elemen masyarakat dan menyelenggarakan diskusi berkelanjutan agar memberikan dampak jangka panjang bagi generasi muda.
Aksi Nyata Generasi Muda
Wakil Koordinator Gerbang Tara, Abdurahman Hamas Nahdy, menyoroti perlunya aksi nyata dalam keterlibatan generasi muda di berbagai sektor.
“Pembahasan mengenai Indonesia Emas 2045 menempatkan kita pada persimpangan jalan. Di satu sisi, ada optimisme akan masa depan cerah, tetapi di sisi lain, pesimisme juga muncul jika melihat data terbaru dari BPS tahun 2024 mengenai kondisi anak muda di Indonesia,” ungkapnya.
Sementara itu, perwakilan KOPRI PB PMII, Anita Sari, menekankan pentingnya peran aktif pemuda, terutama perempuan, dalam pengambilan keputusan.
“Generasi muda, baik laki-laki maupun perempuan, harus aktif dalam ruang pengambilan keputusan. Pendidikan dan keterampilan bukan hanya soal kesiapan individu, tetapi juga bagaimana kita mampu mempengaruhi kebijakan dan menciptakan perubahan,” ujarnya.
Diskusi ditutup oleh perwakilan KORPERSNAS Koalisi Indonesia Muda, Onky Fachrur Rozie, yang mengapresiasi keaktifan FMB dalam mengangkat isu sosial, politik, dan ekonomi.
“FMB telah menunjukkan keaktifan luar biasa dalam berbagai ruang diskusi. Saya berharap forum ini dapat menghasilkan aksi nyata bagi masyarakat melalui kolaborasi lintas organisasi dan pemerintah,” kata Onky.
Seluruh pembicara sepakat bahwa FMB memiliki potensi besar sebagai katalisator perubahan menuju Indonesia Emas 2045. Dengan keterlibatan aktif generasi muda serta sinergi antara mahasiswa, organisasi kepemudaan, dan pemangku kepentingan, cita-cita bangsa menuju masa depan yang lebih cerah dapat terwujud.
Partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat, terutama generasi muda, menjadi kunci utama dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Harapannya, FMB terus memberikan dampak positif dan semakin progresif dalam melibatkan berbagai pihak guna membangun Indonesia yang lebih maju dan inklusif.
Pewarta: Wawan
Via
BERITA UTAMA