Maraknya Pungli di Sekolah Negeri Karawang: Aktivis Desak Tindakan Tegas Dinas dan DPRD
KARAWANG | Suarana.com – Maraknya praktik pungutan liar (pungli) di sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) negeri di Kabupaten Karawang kembali menuai sorotan. Praktik ini terutama mencakup penjualan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dinilai memberatkan orang tua siswa, meski sebelumnya sudah ada larangan dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Karawang oleh Cecep Mulyawan. Namun, larangan tersebut tampaknya tak diindahkan oleh sejumlah guru dan kepala sekolah.
Seorang aktivis Gerakan Taruna (Getar), Viktor Edison.SH, mengungkapkan kekecewaannya terhadap guru, kepala sekolah, serta dinas terkait yang terkesan membiarkan praktik ini terus berlangsung. Menurutnya, Kepala Dinas Pendidikan, Kabupaten Karawang, harus bertanggung jawab atas buruknya pengelolaan pendidikan di Karawang.
“Kepala dinas harus bertanggung jawab. DPRD juga jangan diam saja melihat kondisi ini. Jangan sampai harus viral dulu, seperti video perkelahian siswi SMP kemarin, baru ada tindakan,” tegas Viktor pada Suarana.com Minggu (19/01/2025).
Ia juga menambahkan bahwa seharusnya dinas pendidikan dan DPRD segera merespons aduan masyarakat terkait pungutan di sekolah. Viktor bahkan mengkritik agar pejabat terkait mundur dari jabatannya jika tidak mampu mengatasi persoalan ini.
“Kalau tidak bisa bertindak, lebih baik mundur saja sebagai kepala dinas. DPRD Karawang juga harus lebih tegas karena mereka dipilih oleh rakyat untuk memperjuangkan kepentingan rakyat,” imbuhnya.
Sistematis dan Terorganisir
Menurut Viktor, praktik pungutan ini tidak mungkin terjadi tanpa adanya sistem yang terorganisir. Ia menilai bahwa para guru menggunakan orang tua siswa sebagai alat juru tagih untuk menghindari tanggung jawab langsung. Hal ini membuat masyarakat semakin tertekan, terlebih karena tidak ada transparansi dalam pengelolaan dana.
“Tidak mungkin pungli LKS yang sistematis seperti ini tidak melibatkan keuntungan bagi pihak tertentu. Biasanya, penjual buku sudah ditunjuk langsung berdasarkan rekomendasi kepala sekolah. Dari sana, sekolah mendapatkan fee (keuntungan),” jelasnya.
Praktik ini melanggar beberapa aturan, termasuk Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menjamin pendidikan dasar bebas biaya. Selain itu, sesuai Pasal 10 Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016, Komite Sekolah dilarang melakukan pungutan atau sumbangan dalam bentuk apapun yang bersifat mengikat.
Janji Pendidikan Gratis Dipertanyakan
Disisi lain salah satu dari orang tua murid juga menyoroti janji pemerintah terkait pendidikan gratis yang hingga kini belum sepenuhnya terwujud.
“Masyarakat sudah lelah dengan janji pendidikan gratis. Alih-alih mendapatkan pendidikan yang lebih baik, masyarakat malah dibebani pungutan-pungutan yang mencekik,” ujarnya Sabtu (18/01/2025).
Lanjut Viktor, ia berharap pemerintah dan DPRD segera mengambil langkah tegas untuk menghentikan praktik pungutan liar ini, termasuk memeriksa aliran dana (BOS) di setiap Sekolah.
“Pendidikan seharusnya menjadi hak semua anak bangsa. Jangan sampai justru menjadi ladang bisnis yang hanya menguntungkan segelintir pihak,” tutup Viktor.
Hingga berita ini diterbitkan, media belum berhasil mengonfirmasi pihak Dinas Pendidikan maupun perwakilan DPRD.(Tim/Red)