Badan Keahlian DPR RI Bahas Perubahan UU Lalu Lintas, APSI Soroti Isu Overdimensi dan Kesejahteraan Sopir
JAKARTA | Suarana.com – Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menggelar rapat pembahasan perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Selasa (21/1/2025). Agenda yang berlangsung di ruang rapat Naskah Akademik, Lantai 7 Gedung Sekretariat Jenderal DPR RI, Jakarta, ini menghadirkan Tenaga Ahli Komisi V DPR RI dan perwakilan Asosiasi Pengemudi Seluruh Indonesia (APSI).
Dalam diskusi tersebut, Presiden APSI, DR (c) Abid Akbar Aziz Pawallang, S.H., M.H., menyoroti maraknya pelanggaran terkait overdimensi dan overload kendaraan yang merugikan para sopir dan pengguna jalan lainnya. Ia menyatakan bahwa sopir sering dijadikan kambing hitam atas kecelakaan, padahal pelanggaran tersebut kerap didorong oleh oknum pengusaha yang memaksakan kendaraan beroperasi di luar ketentuan.
“Overdimensi dan overload tidak hanya merugikan sopir yang rentan mengalami kecelakaan, tetapi juga pengguna jalan lain karena berdampak pada kerusakan jalan. Pemerintah bahkan harus mengalokasikan Rp 4,7 triliun per tahun hanya untuk perbaikan jalan di Pantura,” tegas Abid, yang akrab disapa Karaeng Akbar.
Selain membahas dampak kerusakan jalan, APSI menekankan pentingnya kepastian status hubungan kerja sopir dengan perusahaan. Karaeng Akbar menilai, banyak perusahaan menggunakan skema kemitraan untuk menghindari kewajiban ketenagakerjaan, seperti pembayaran upah bulanan dan jam kerja yang manusiawi.
“Hubungan kerja antara sopir dan perusahaan seharusnya jelas dan diatur sesuai hukum. Jika disebut kemitraan, itu justru merupakan penyelundupan hukum karena tidak setara dan merugikan sopir,” katanya.
APSI juga mengusulkan sejumlah poin kesejahteraan bagi pengemudi Indonesia, antara lain:
- Upah layak sesuai aturan hukum ketenagakerjaan.
- Kemudahan akses kredit rumah dan pendidikan bagi keluarga sopir.
- Kredit kendaraan dengan bunga rendah dan tenor panjang hingga 15 tahun.
- Penghapusan pajak suku cadang kendaraan.
Rapat ini menjadi langkah awal penyusunan Naskah Akademik dan RUU yang lebih terarah. Dengan melibatkan berbagai pihak, diharapkan revisi UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dapat menjadi solusi atas berbagai persoalan di sektor transportasi darat.
Dalam rapat ini, Badan Keahlian DPR RI mencatat masukan APSI untuk memperkuat ketentuan sanksi hukum terhadap pelanggaran. Beberapa pasal, seperti Pasal 307 dan Pasal 50 ayat (1) UU Nomor 22 Tahun 2009, dianggap belum memberikan efek jera bagi pelanggar.
Karaeng Akbar berharap perubahan UU ini tidak hanya mengatur hak dan kewajiban sopir serta pengusaha, tetapi juga menjamin kesejahteraan pengemudi melalui regulasi yang lebih komprehensif.
“Sudah lebih dari 15 tahun undang-undang ini berjalan, namun implementasinya masih lemah. Saatnya revisi ini mencakup perlindungan hak sopir dan keberlanjutan usaha,” pungkasnya.
Pewarta : Wawan Agung
Editor: Redaksi