BEKASI
BERITA UTAMA
DAERAH
ORGANISASI
0
Ketua Umum PKN, Patar Sihotang, SH, MH, dalam konferensi pers di Jl. Caman Raya No. 7, Jatibening, Bekasi, Senin (17/3) dini hari, menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang mencurigai adanya penyalahgunaan dana desa oleh Kepala Kampung Mapia, Wililyams Ekladius Msen, dan Bendahara Kampung, Ferny Lasaiji.
Tim PKN Biak dan Supiori bergerak cepat melakukan investigasi selama satu minggu di Kampung Mapia, yang secara geografis terletak di kepulauan terpencil dan hanya bisa diakses dengan kapal. Setelah mendapatkan bukti yang cukup, laporan disampaikan ke PKN pusat dan diteruskan ke Polres Supiori.
Penyelidikan lebih lanjut oleh Unit Tipikor Polres Supiori membuktikan bahwa kedua terdakwa menyusun sendiri Anggaran Pendapatan dan Belanja Kampung (APBK) tanpa melalui musyawarah desa, mengelola dana tanpa melibatkan pejabat keuangan kampung, serta membelanjakan dana desa tidak sesuai peruntukan. Selain itu, mereka tidak melengkapi laporan pertanggungjawaban anggaran, yang bertentangan dengan berbagai regulasi keuangan desa dan negara.
Hasil audit dari Inspektorat Kabupaten Supiori mengungkap kerugian negara sebesar Rp 422,3 juta, dengan rincian Rp 247 juta dari dana desa dan Rp 175 juta dari alokasi dana desa. Dari jumlah tersebut, Wililyams Ekladius Msen memperkaya diri sendiri sebesar Rp 224 juta, Ferny Lasaiji Rp 179 juta, dan istri terdakwa, Jurainy Tuahuns, sebesar Rp 19 juta.
Setelah proses penyelidikan dan penyidikan rampung, kasus ini diserahkan ke Kejaksaan Negeri Biak Numfor dan berlanjut ke Pengadilan Tipikor Jayapura. Kedua terdakwa akhirnya divonis bersalah dan kini menjalani hukuman, dengan Wililyams ditahan di Lapas Jayapura dan Ferny di Lapas Keerom.
Patar Sihotang menegaskan bahwa keberhasilan pengungkapan kasus ini menjadi efek jera bagi kepala kampung lainnya di Papua yang masih menyalahgunakan dana desa untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Ia juga menyoroti kondisi geografis Kampung Mapia yang unik, terdiri dari tiga pulau utama—Brassi, Fanildo, dan Pegun—serta sejarahnya sebagai bekas pangkalan militer Jepang di Perang Pasifik.
“Atas nama masyarakat PKN di seluruh Indonesia, kami mengucapkan terima kasih kepada Kapolres Supiori dan jajarannya, khususnya Unit Tipikor, atas komitmen mereka dalam menangani laporan ini hingga ke meja hijau. Bravo Kapolres Supiori dan jajarannya!” tutup Patar.(rls)
PKN Apresiasi Polres Supiori, Dua Koruptor Dana Desa Mapia Diringkus
BEKASI | Suarana.com - Pemantau Keuangan Negara (PKN) memberikan apresiasi dan rasa hormat kepada Kapolres Supiori dan jajarannya atas respons cepat dan kerja keras dalam mengungkap kasus korupsi dana desa di Kampung Mapia, Distrik Supiori Barat, Kabupaten Supiori, Papua. Berkat penyelidikan yang dilakukan, dua tersangka berhasil diproses hukum dan divonis penjara selama 1 tahun 9 bulan.
Ketua Umum PKN, Patar Sihotang, SH, MH, dalam konferensi pers di Jl. Caman Raya No. 7, Jatibening, Bekasi, Senin (17/3) dini hari, menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang mencurigai adanya penyalahgunaan dana desa oleh Kepala Kampung Mapia, Wililyams Ekladius Msen, dan Bendahara Kampung, Ferny Lasaiji.
Tim PKN Biak dan Supiori bergerak cepat melakukan investigasi selama satu minggu di Kampung Mapia, yang secara geografis terletak di kepulauan terpencil dan hanya bisa diakses dengan kapal. Setelah mendapatkan bukti yang cukup, laporan disampaikan ke PKN pusat dan diteruskan ke Polres Supiori.
Penyelidikan lebih lanjut oleh Unit Tipikor Polres Supiori membuktikan bahwa kedua terdakwa menyusun sendiri Anggaran Pendapatan dan Belanja Kampung (APBK) tanpa melalui musyawarah desa, mengelola dana tanpa melibatkan pejabat keuangan kampung, serta membelanjakan dana desa tidak sesuai peruntukan. Selain itu, mereka tidak melengkapi laporan pertanggungjawaban anggaran, yang bertentangan dengan berbagai regulasi keuangan desa dan negara.
Hasil audit dari Inspektorat Kabupaten Supiori mengungkap kerugian negara sebesar Rp 422,3 juta, dengan rincian Rp 247 juta dari dana desa dan Rp 175 juta dari alokasi dana desa. Dari jumlah tersebut, Wililyams Ekladius Msen memperkaya diri sendiri sebesar Rp 224 juta, Ferny Lasaiji Rp 179 juta, dan istri terdakwa, Jurainy Tuahuns, sebesar Rp 19 juta.
Setelah proses penyelidikan dan penyidikan rampung, kasus ini diserahkan ke Kejaksaan Negeri Biak Numfor dan berlanjut ke Pengadilan Tipikor Jayapura. Kedua terdakwa akhirnya divonis bersalah dan kini menjalani hukuman, dengan Wililyams ditahan di Lapas Jayapura dan Ferny di Lapas Keerom.
Patar Sihotang menegaskan bahwa keberhasilan pengungkapan kasus ini menjadi efek jera bagi kepala kampung lainnya di Papua yang masih menyalahgunakan dana desa untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Ia juga menyoroti kondisi geografis Kampung Mapia yang unik, terdiri dari tiga pulau utama—Brassi, Fanildo, dan Pegun—serta sejarahnya sebagai bekas pangkalan militer Jepang di Perang Pasifik.
“Atas nama masyarakat PKN di seluruh Indonesia, kami mengucapkan terima kasih kepada Kapolres Supiori dan jajarannya, khususnya Unit Tipikor, atas komitmen mereka dalam menangani laporan ini hingga ke meja hijau. Bravo Kapolres Supiori dan jajarannya!” tutup Patar.(rls)
Via
BEKASI