Pengusaha Ayong Seret Rekan Bisnis ke Meja Hijau, Akui Proyek Ditawarkan Polisi
TANJUNGPINANG | Suarana.com - Persidangan kasus dugaan penipuan dan/atau penggelapan dengan terdakwa Ignatius Apung Oktaviawan (Apung) kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang pada Kamis (13/3/2025), setelah sebelumnya sempat tertunda dua kali.
Sidang kali ini menghadirkan saksi-saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Bintan serta saksi dari pihak terdakwa. Salah satu saksi, Sugianto alias Ayong, mengaku mengalami kerugian sebesar Rp 42,5 juta. Uang tersebut, menurut Ayong, digunakan untuk pengurusan proyek yang akhirnya gagal diperoleh.
Awalnya, Ayong menuding Apung sebagai pihak yang menawarkan proyek tersebut. Namun, setelah mendapat desakan dari majelis hakim, ia mengakui bahwa proyek itu sebenarnya ditawarkan oleh seorang anggota kepolisian bernama Juntak yang bertugas di Polresta Tanjungpinang.
Dalam persidangan, terdakwa Apung membantah tudingan Ayong dan menghadirkan bukti laporan keuangan. Dari laporan tersebut, uang Rp 42,5 juta yang disebut sebagai kerugian ternyata telah dicatat sebagai modal usaha. Bahkan, audit yang dilakukan oleh Kantor Jasa Akuntan (KJA) Fetri, SE, AK, MM, BKP, CA, ACPA, ASEAN CPA, menemukan adanya dugaan kerugian perusahaan hingga Rp 2,48 miliar yang belum dipertanggungjawabkan oleh Ayong.
Audit tersebut dilakukan berdasarkan permintaan Polda Kepri melalui surat Nomor B/1293/XI/RES.1.11./2024/Ditreskrimum, tertanggal 12 November 2024. Permintaan audit ini ditujukan kepada KJA Fetri untuk menelusuri kondisi keuangan CV. Putra Andalas Bersatu.
Kasus ini menimbulkan tanda tanya besar terkait proses penegakan hukum. Pasalnya, laporan Ayong terhadap Apung tampaknya lebih cepat diproses, sementara laporan serupa yang diajukan Apung terhadap Ayong dengan dugaan penipuan dan/atau penggelapan justru mandek di tingkat Polda Kepri, meskipun telah disertai bukti audit keuangan.
Diharapkan aparat penegak hukum lebih cermat dalam menangani kasus semacam ini agar penerapan pasal sesuai dengan fakta yang ada. Penegakan hukum yang adil harus berpihak pada kebenaran, bukan hanya pada pihak yang memiliki kekuatan atau pengaruh tertentu.
(Red/Tim)
Bersambung...